MAKALAH
KASUS
MUNIR SAID THALIB
Di
susun oleh :
ALDI
RIFALDI (20117436)
1KB03
FAKULTAS
ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
RANDY
NAPITULU, SH. MH
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Atas Berkat dan rahmatnyalah kami bisa
menyelesaikan tugas Makalah ini dengan Tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Adapun topik yang
dibahas didalam makalah ini adalah mengenai Kasus Munir.
Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Randy Napitupulu, SH. MH. sebagai dosen mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membimbing saya dalam menyusun makalah
ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman saya yang telah
membantu saya dalam membuat makalah ini.
Kami menyadari bahwa
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal itu dikarenakan keterbatasan
yang ada. Sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca.
Kiranya makalah ini
memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita semua. Atas perhatiannya, kami
ucapkan terima kasih.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Munir. Siapa yang tidak
tahu nama Munir ? Seorang Aktivis HAM yang selalu di depan dalam membela HAM
yang tertindas dari (oknom) Militer saat itu. Munir melalui Kontras (Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) banyak membantu keluarga korban
penculikan dan kekerasan yang terjadi saat Tragedi Semanggi I (1998), Kerusuhan
Mei 1998, Tragedi Semanggi II (1999), Peristiwa Tanjung Priok, Mungkin karena
itulah tragedi ini terjadi.
Tragedi ini bermula saat
Munir menuju Amsterdam untuk melanjutkan studi program master (S2) di
Universitas Utrecth Belanda. Munir naik pesawat Garuda Indonesia GA-974 menuju
Singapura untuk kemudian transit di Singapura dan terbang kembali ke Amsterdam.
Namun dua jam sebelum mendarat di bandara Schipol Amsterdam Munir telah
meninggal dunia dalam pesawat dan di indikasi karena Keracunan
1.2 Rumusan Masalah
a a Siapa
yang harus bertanggung jawab atas kasus Munir Said Thalib?
1.3 Tujuan
a. Agar
kita semua tahu bahwa Munir adalah pahlawan rakyat sejati, pahlawan yang siap
mati untuk rakyat.
b. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Mengenal Munir
Munir
Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 – meninggal di
Jakarta di dalam pesawat jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur 38
tahun) adalah seorang aktivis HAM Indonesia keturunan Arab-Indonesia. Jabatan
terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia
Indonesia Imparsial. Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai
seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu
dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari
Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan
Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.
Munir begitulah ia sering
disapa, Seorang pria sederhana yang bersahaja. Ia adalah seorang tokoh, seorang
pejuang sejati, seorang pembela HAM di indonesia. Pria kelahiran Malang, 8
Desember 1965 ini adalah seorang aktivis muslim ekstrem yang kemudian beralih
menjadi seorang Munir yang menjunjung tinggi toleransi, menghormati nilai-nilai
kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal lelah dalam melawan
praktik-praktik otoritarian serta militeristik. Ia adalah seorang aktivis yang
sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Selama hidupnya ia selalu
berkomitmen untuk selalu membela siapa saja yang haknya terdzalimi. Tidak gila
harta, pangkat, jabatan, dan juga fasilitas. Ia membuktikannya dengan
perbuatan. Ketika ia mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah sebagai penerima
"The Right Livelihood Award" ia tidak menikmatinya sendiri, melainkan
membagi dua dengan Kontras, dan sebagian lagi diserahkan kepada ibunda
tercintanya. Di tengah maraknya pejabat berebut fasilitas, Munir malah tidak
tergoda. Ia tetap menggunakan sepeda motor sebagai teman kerjanya. Seorang
tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja.
Hak
Asasi Manusia(HAM) adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang
menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara
teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka
umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar "yang
seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia", dan yang
"melekat pada semua manusia" terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa,
agama, asal-usul etnis atau status lainnya. Ini berlaku di mana-mana dan pada
setiap kali dalam arti yang universal, dan ini egaliter dalam arti yang sama
bagi setiap orang. HAM membutuhkan empati dan aturan hukum dan memaksakan
kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain. Mereka
tidak harus diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan
tertentu misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk kebebasan dari penjara
melanggar hukum, penyiksaan, dan eksekusi.
Doktrin dari hak asasi
manusia telah sangat berpengaruh dalam hukum internasional, lembaga-lembaga
global dan regional.Tindakan oleh negara-negara dan organisasi-organisasi
non-pemerintah membentuk dasar dari kebijakan publik di seluruh dunia. Ide HAM menunjukkan
bahwa "jika wacana publik dari masyarakat global mengenai perdamaian dapat
dikatakan memiliki bahasa moral yang umum, itu merujuk ke hak asasi
manusia." Klaim yang kuat yang dibuat oleh doktrin hak asasi manusia terus
memprovokasi skeptisisme yang cukup besar dan perdebatan tentang isi, sifat dan
pembenaran hak asasi manusia sampai hari ini. Arti yang tepat dari hak asasi
memicu kontroversial dan merupakan subyek perdebatan filosofis yang
berkelanjutan, sementara ada konsensus bahwa hak asasi manusia meliputi
berbagai hak seperti hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil, perlindungan
terhadap perbudakan, larangan genosida, kebebasan berbicara, atau hak atas
pendidikan, ada ketidaksetujuan tentang mana yang hak tertentu harus dimasukkan
dalam kerangka umum hak asasi manusia, beberapa pemikir menunjukkan bahwa hak
asasi manusia harus menjadi persyaratan minimum untuk menghindari pelanggaran
terburuk, sementara yang lain melihatnya sebagai standar yang lebih tinggi.
Banyak
ide-ide dasar yang menggambarkan gerakan hak asasi manusia yang dikembangkan
pada masa setelah Perang Dunia Kedua dan kekejaman dari Holocaust, berpuncak
pada adopsi dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di Paris oleh Majelis
Umum PBB pada tahun 1948. Masyarakat kuno tidak memiliki konsepsi modern yang
sama dari hak asasi manusia universal. Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi
manusia adalah konsep hak alami yang muncul sebagai bagian dari tradisi hukum
alam abad pertengahan yang menjadi menonjol selama Abad Pencerahan dengan
filsuf seperti John Locke, Francis Hutcheson, dan Jean-Jacques Burlamaqui, dan
yang menonjol dalam wacana politik Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis. Dari
dasar ini, argumen hak asasi manusia modern muncul selama paruh kedua abad
kedua puluh, mungkin sebagai reaksi terhadap perbudakan, penyiksaan, genosida,
dan kejahatan perang, sebagai realisasi kerentanan manusia yang melekat dan
sebagai prasyarat untuk kemungkinan menciptakan masyarakat yang adil.
2.2
Kronologi kematian Munir
6 September 2004 malam,
di lobi Bandara Soekarno Hatta, Munir Said Thalib akan berpisah dengan
istrinya, Suciwati, selama satu tahun. Munir akan melanjutkan studi S2 hukum di
Universitas Utrecht, Belanda. Pada saat ingin memasuki pintu pesawat kelas
bisnis, Munir bertemu Pollycarpus (anggota pilot senior Garuda Indonesia yang
saat itu sedang tidak bertugas). Munir bertanya kepada Polly, “Tempat duduk ini
di mana?” Polly menjawab, “Wah, Bapak ini di ekonomi, cuma tempat duduknya di
mana saya tidak hafal.”Ketika melangkah di dalam pesawat, Polly berkata kepada
Munir, “Saya duduk di bisnis, kalau Bapak mau di sini, ya Bapak tanya dulu sama
pimpinan kabin (purser), kalau diizinkan ya silakan, bila tidak, ya mohon
maaf.” Munir dan Polly pun bertukar tempat duduk. Munir duduk di kursi 3 K
kelas bisnis, sedangkan Polly duduk di kursi 40 G kelas ekonomi. Di depan
toilet kelas bisnis, Polly bertemu purser Brahmanie Hastawaty. Polly bertanya
kepada Brahmanie, “Mbak, nomor 40 G di mana? Saya bertukar tempat dengan teman
saya.” Brahmanie kemudian menganjurkan Polly untuk duduk di kursi 11 B kelas
premium karena banyak kursi yang kosong di sana. Brahmanie penasaran untuk
mengetahui teman Polly bertukar tempat duduk; dia pun memeriksanya dan
mendapati Munir; keduanya kemudian saling bersalaman. Sebelum pesawat terbang,
Yetti Susmiarti dibantu Oedi Irianto (pramugari dan pramugara senior),
membagikan welcome drink kepada penumpang. Munir memilih jus jeruk. Pukul 22.02
WIB, pesawat lepas landas. 15 menit setelah lepas landas, pramugari membagikan
makanan dan minuman kepada penumpang. Munir memilih mie goreng dan kembali jus
jeruk sebagai minumannya. Setelah terbang selama 1 jam 38 menit, pesawat
transit di bandara Changi, Singapura. Penumpang diberikan kesempatan
berjalan-jalan di bandara Changi selama 45 menit. Munir singgah ke Coffee Bean.
Polly bersama seluruh kru pesawat menuju ke hotel dengan menggunakan bus. Setelah
selesai, Munir kembali ke pesawat. Di pintu masuk pesawat, Munir bertemu dr.
Tarmizi. Keduanya pun saling bercerita; Tarmizi memberikan kartu nama kepada
Munir. Keduanya pun berpisah, Tarmizi duduk di kelas bisnis, sedangkan Munir
kembali ke tempat duduknya di kursi 40 G kelas ekonomi. Polly tidak lagi
melanjutkan perjalanan karena memang memiliki tugas di Singapura. Pesawat lepas
landas pukul 01.53 waktu Singapura. Kali ini awak pesawat semuanya berbeda dari
sebelumnya. Pramugari Tia Dwi Ambara menawarkan makanan kepada Munir, tapi
Munir menolaknya dan hanya meminta segelas teh hangat. Tia pun menyajikan teh
panas untuk Munir yang dituangkan dari teko ke gelas di atas troli dilengkapi
dengan gula satu sachet. Tiga jam pesawat terbang, Munir mulai sering
bolak-balik ke toilet. Ketika dia berpapasan dengan pramugara Bondan, dia
mengeluh sakit perut dan muntaber. Dia pun menyuruh Bondan memanggil Tarmizi
yang duduk di kelas bisnis sambil memberikannya kartu nama Tarmizi. Tarmizi pun
terbangun dan bertemu dengan Munir. Munir menjelaskan kondisi tubuhnya yang
tampak sangat lemah dengan berkata, “Saya sudah muntah dan buang air besar enam
kali sejak terbang dari Singapura.” Tarmizi menanyakan kepada Munir tentang
makanan yang dimakannya tiga hari terakhir. Munir menjawab, “Biasa saja.”
Purser Madjib kemudian berkata, “Pak Munir tadi sempat minum air jeruk, padahal
Pak Munir tidak kuat minum jeruk karena sakit maag.” Tarmizi menyanggah, “Kalau
sakit maag tidak begini.” Tarmizi melakukan pemeriksaan umum dengan membuka
baju Munir. Dia lalu mendapati bahwa nadi di pergelangan tangan Munir sangat
lemah. Tarmizi berpendapat Munir mengalami kekurangan cairan akibat muntaber. Munir
kembali lagi ke toilet untuk muntah dan buang air besar dibantu pramugari dan
pramugara. Setelah selesai, Munir ke luar sambil batuk-batuk berat. Tarmizi
menyuruh pramugari untuk mengambilkan kotak obat yang dimiliki pesawat. Kotak
pun diterima Tarmizi dalam keadaan tersegel. Setelah dibuka, Tarmizi
berpendapat bahwa obat di kotak itu sangat minim, terutama untuk kebutuhan
Munir: infus, obat sakit perut mulas dan obat muntaber, semuanya tidak ada.
Tarmizi pun mengambil obat di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare
New Diatabs; satu tablet obat mual dan perih kembung, Zantacts dan satu tablet
Promag. Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh manis dengan tambahan sedikit
garam. Namun, setelah lima menit meminum teh tersebut, Munir kembali ke toilet.
Tarmizi menyuntikkan obat anti mual dan muntah, Primperam, kepada Munir
sebanyak 5 ml. Hal ini berhasil karena Munir kemudian tertidur selama tiga jam.
Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet. Kali ini dia agak lama, sekitar 10
menit. Madjib memberanikan diri mengintipnya, ternyata Munir telah terjatuh
lemas di toilet. Madjib kemudian mengangkatnya kembali ke kursi. Tarmizi
kembali memeriksa Munir dengan memukul-mukul perut Munir. “Aduh sakit!”, teriak
Munir. Tarmizi kemudian menyuruh Munir beristighfar. Pramugari Titik Murwati
menggosok perut Munir dengan balsem. Munir berkata ingin beristirahat karena
capek. Tarmizi menyuntikkan Munir Diazepam sebanyak 5 mg. Setelah disuntik,
Munir kembali merasa mulas di perut dan kemudian masuk ke toilet lagi. Ke luar
dari toilet, Munir berkata ingin tidur terlentang. Pramugari dan pramugara pun
menyiapkannya selimut sebagai alas dan penghangat. Munir tertidur pulas dengan
di jaga Madjib, sementara Tarmizi kembali ke kursinya untuk tidur. Dua jam
sebelum pesawat mendarat, Madjib mendatangi Munir. Dia kaget melihat keadaan
Munir: mulutnya mengeluarkan air yang tidak berbusa dan kedua telapak tangannya
membiru. Madjib pun bergegas membangunkan Tarmizi. Tarmizi memegang pergelangan
tangan Munir sambil menepuk-nepuk pundaknya dan berkata, “Pak Munir… Pak
Munir!” Akhirnya, dengan memandangi Madjib, Tarmizi mengatakan, “Purser, Pak
Munir meninggal… Kok secepat ini, ya… Kalau cuma muntaber, manusia bisa tahan
tiga hari.” Awak pesawat mengangkat tubuh Munir, memejamkan matanya dan menutupi
tubuh Munir dengan selimut. Ya, Munir meninggal dunia di pesawat, di atas
langit Negara Rumania.
11 September 2004
Jenazah Munir tiba
Pangkalan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh pada Sabtu (11/9) tepat pukul 21.10.
Jenazah almarhum dan rombongan pengantar diangkut dengan Boeing 737 Merpati
MZ-3300.
12 September 2004
Jenazah Munir, dimakamkan
di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu, Minggu (12/9). Isak tangis, sedih dan haru
ribuan pelayat mewarnai prosesi pemakaman mulai dari rumah duka di Jalan
Diponegoro hingga ke pemakaman yang berjarak sekitar 2 km. Suciwati, istri
Munir meminta hasil otopsi terhadap jenazah almarhum. Dia datang bersama Smita
Nososusanto, Emmy Hafizd, Usman Hamid dan Bini Buchori. Pihak kepolisian
menyatakan dalam tubuh Munir terkandung zat arsenik yang melampui batas normal.
17 November 2004
Kontras, Suciwati dan tim
kepolisian akan berangkat ke Belanda meminta akta otentik otopsi terhadap
jenazah Munir.
Melihat kronologis di
atas, memang akan membuat kematian Munir terlihat begitu ganjil dan otomatis
menimbulkan indikasi pembunuhan berencana terhadap Munir. Setidaknya, inilah
kronologis kematian Munir versi resmi yang beredar di masyarakat. Salah satu
yang menurut saya begitu ganjil, ternyata saat jenazah Munir diturunkan di
Amsterdam, polisi dan dokter setempat juga memeriksa Munir, dan kesimpulannya;
tidak ada yang ganjil pada kematian Munir (pada awalnya).
2.3 Kronologi Kasus Munir
12
tahun berlalu, meninggalnya aktivis HAM Munir masih menyisakan tanda tanya
besar: siapa otak pembunuhan Munir? Presiden Joko Widodo tidak tinggal diam dan
memerintahkan Jaksa Agung HM Prasetyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian
menelusuri kembali jejak kasus itu.
Berikut kronologi panjang kasus Munir:
7 September 2004
Munir meninggal di atas
pesawat Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk
melanjutkan kuliah pascasarjana. Munir meninggal dalam usia 39 tahun.
12 September 2004
Jenazah Munir dimakamkan
di kota Batu, Malang, Jawa Timur.
11 November 2004
Institut Forensik Belanda
(NFI) membuktikan Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang
fatal.
18 Maret 2005
Pollycarpus resmi
ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.
5 April 2005
Polri menetapkan dua kru
Garuda yaitu kru pentry Oedi Irianto dan pramugari Yeti Susmiarti menjadi
tersangka kasus Munir.
23 Juni 2005
Rekonstruksi kasus
kematian Munir dilakukan.
29 Juli 2005
Jaksa Penuntut Umum (JPU)
dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Lantas PN Jakpus menetapkan 5 anggota majelis
hakim untuk menangani kasus Munir dengan tersangka Pollycarpus. Mereka adalah
Cicut Sutiyarso (ketua), Sugito, Liliek Mulyadi, Agus Subroto dan Ridwan
Mansyur.
9 Agustus 2005
Pollycarpus didakwa
melakukan pembunuhan berencana. Motif Pollycarpus dalam membunuh Munir adalah
demi menegakkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) karena Munir banyak
mengkritik pemerintah.
17 November 2005
Muchdi PR bersaksi di
persidangan. Dia menyangkal punya hubungan dengan Pollycarpus.
1 Desember 2005
JPU menuntut menuntut
hukuman penjara seumur hidup untuk Pollycarpus.
12 Desember 2005
PN Jakpus menjatuhi
hukuman 14 tahun penjara kepada Pollycarpus. Ia dinyatakan terbukti melakukan
pembunuhan berencana terhadap Munir dengan cara memasukkan racun arsenik ke
dalam mie goreng yang disantap Munir saat penerbangan menuju Singapura.
27 Maret 2006
Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tetap
menghukum 14 tahun penjara.
3 Oktober 2006
MA mengeluarkan keputusan
kasasi yang menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan tindak pidana
pembunuhan berencana terhadap Munir. Polly hanya terbukti bersalah menggunakan
surat dokumen palsu untuk perjalanan. Polly lantas hanya divonis 2 tahun
penjara.
3 November 2006
Polly dieksekusi dengan
dijebloskan ke LP Cipinang.
5 Desember 2006
Pollycarpus bebas dari LP
Cipinang setelah mendapat remisi susulan 2 bulan dan remisi khusus satu bulan.
25 Januari 2007
MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan kejaksaan
terkait pembunuhan aktivis HAM Munir. Polly divonis 20 tahun penjara. Ia
menyatakan akan mengajukan PK atas putusan PK tersebut.
Februari 2008
Mantan Direktur Utama
(Dirut) PT Garuda Indonesia ini divonis satu tahun penjara di kasus tersebut.
19 Juni 2008
Muchdi ditetapkan sebagai
tersangka kasus pembunuhan Munir. Deputi V BIN/Penggalangan (2001-2005) itu
diduga kuat terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap aktivis HAM Munir.
11 Agustus 2008
Muchdi diserahkan ke
Kejaksaan Agung.
31 Desember 2008
Majelis hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan menvonis Muchdi PR bebas murni dari segala dakwaan.
10 Juli 2009
MA menguatkan vonis bebas
Muchdi PR. Duduk sebagia ketua majelis kasasi Vallerine JL Krierkhof dengan
anggota hakim agung Hakim Nyak Pha dan Muchsin.
28 Januari 2010
MA menghukum Garuda
Indonesia dengan mewajibkan memberikan ganti rugi kepada Suciwati lebih dari Rp
3 miliar.
2 Oktober 2013
Polly mengajukan PK dan
MA mengabulkannya dengan mengurangi Pollycarpus dari 20 tahun menjadi 14 tahun
penjara. Hingga berita ini diturunkan, pihak berwenang MA belum membeberkan
alasan pengurangan hukuman itu.
13 Oktober 2016
Presiden Joko Widodo
meminta Jaksa Agung HM Prasetyo mengusut kasus Munir lagi."Seperti yang
dikatakan presiden dalam pertemuan dengan pakar dan praktisi hukum beberapa
waktu lalu, konteks kerangka yang lebih besar reformasi di bidang hukum, salah
satu yang ingin dilakukan pemerintahan sekarang adalah persoalan persoalan masa
lalu. Waktu itu yang disebut adalah kasus almarhum Munir,".
2.4 Perjuangan Munir
Sosok
Munir, sebagai pejuang hak asasi manusia, sudah banyak dikenal masyarakat.
Tokoh kelahiran Malang, Jawa Timur, ini dikenal aktif membela mereka yang
dianggap tertindas. Kehidupan Munir berakhir tragis karena meninggal dunia
setelah dibunuh dengan cara diracun dalam perjalanan di dalam pesawat udara ke
Amsterdam, Belanda.
Bagi Indonesia, dan juga
dunia, Munir adalah ikon pejuang hak asasi manusia (HAM) yang semangatnya akan
terus dihidupkan. Munir Said Thalib, kelahiran Desember 1965, meninggal dunia
karena racun arsenik di tubuhnya.
Peristiwa tahun 2004 lalu
itu mengagetkan banyak pihak. Munir dihabisi nyawanya ketika hendak melanjutkan
studi ke Belanda. Saat itu ia tengah aktif memimpin Lembaga Pemantau HAM di Indonesia
(Imparsial).
Tentara dituduh menjadi
dalang pembunuhan itu meski hingga kini belum ada persidangan yang menyeret
tentara ke meja hijau.
Di balik tubuh
kerempengnya itu, Munir tidak pernah takut memperjuangkan HAM. Ia melawan
Komando Daerah Militer V Brawijaya untuk memperjuangkan kasus kematian
Marsinah, aktivis buruh PT CPS Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik dan mati.
Ia juga menyelidiki kasus
hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada masa reformasi 1997-1998.
Sederet kasus pelanggaran HAM, seperti penembakan mahasiswa di Semanggi
(1998-1999) hingga pelanggaran HAM masa referendum Timor Timur (1999) menjadi
catatan sejarah atas perjuangan Munir.
”Aku harus bersikap
tenang, walaupun takut. Untuk membuat orang lain tidak takut.” Begitulah kutipan
Munir tentang perjuangannya. Apa yang diungkapkan Munir itu kini menjadi salah
satu tagline dalam acara #10 Tahun Munir yang akan diperingati 6-7 September di
Omah Munir, Batu, Malang, Jawa Timur.
”Sepuluh tahun Cak Munir
sudah dibungkam. Namun, perjuangan HAM di Indonesia masih jauh dari rasa
keadilan,” kata Suciwati Munir, saat temu wartawan di Kedai Tempo, Jalan Utan
Kayu, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (2/9).
Ia menambahkan, malam
peringatan yang akan digelar nanti bukan sekadar memperingati hari kematian
Munir, yang meninggal 7 September 2004. Momen tersebut sekaligus meneguhkan
komitmen mereka dan generasi muda berikutnya untuk terus memperjuangkan HAM di
Indonesia. Selain Omah Munir, beberapa lembaga seperti Imparsial dan Kontras
ikut berpartisipasi menyelenggarakan acara tersebut.
Perjuangan Munir dan juga
aktivis HAM lainnya menggugah para seniman untuk ikut berjuang, paling tidak
melalui jalur seni yang mereka geluti. Peringatan #10 Tahun Munir akan
diramaikan oleh musisi Melani Subono, Glenn Fredly, Abdee Slank, serta Happy
Salma yang akan memutar film karyanya berjudul Kamis 300.
Gaung Omah Munir
Para aktivis dan seniman
ini menggaungkan tema Munir Ada dan Berlipat Ganda. Menurut Haris Azhar dari
Kontras, menjadi penyeru bahwa apa yang disuarakan Cak Munir akan disuarakan
dan digaungkan banyak pihak. Isu HAM di Indonesia belum dianggap seksi sehingga
kampanye untuk menggugah kesadaran anak muda mesti terus dilakukan.
Selain di Malang,
peringatan #10 Tahun Munir juga diadakan di beberapa kota, yaitu Jakarta,
Bandung, Semarang, dan Solo. Di kota Canberra dan Melbourne, Australia serta di
Selandia Baru, para aktivis HAM dan simpatisan juga ikut merayakan warisan
perjuangan Munir.
”Cak Munir adalah ruang
keadilan bagi kita semua,” tutur Suci. Di Jakarta, sebanyak 31 stasiun radio di
Indonesia ikut menyiarkan perayaan kematian Munir itu secara serentak.
Selain memutar film Kamis
300, panitia juga akan memutar beberapa film bertema perdamaian dan penegakan
HAM. Kegiatan dua hari di Omah Munir juga melibatkan siswa dari tingkat taman
kanak-kanak, sekolah dasar, hingga mahasiswa.
Untuk pelajar tingkat
TK/SD, siswa akan diajak untuk, antara lain, mewarnai wajah Cak Munir dan lomba
melukis. Sedangkan remaja SMU dan umum diajak untuk berkompetisi membawakan
stand up comedy dengan tema perdamaian dan HAM.
Seniman Yogyakarta, Butet
Kertaradjasa, menawarkan diri untuk ikut membacakan monolog berjudul ”Aku
Pembunuh Munir”. Sementara dari kalangan sineas, Riri Riza, Mira Lesmana, Angga
Dwisasongko, dan Nia Dinata akan ikut menggelar diskusi tentang film sebagai
media pengungkap kebenaran dan melawan lupa. Seniman Malang ikut pula bergabung
dengan Omah Munir untuk merayakan komitmen mereka melawan ketidakadilan.
Secara terpisah, musisi
Glen Fredly mengatakan, Munir bukan hanya milik masyarakat Indonesia, tetapi
juga milik dunia. ”Kematiannya tragis, namun peristiwa pembunuhan itu justru
menyebarkan semangat di antara kami semua. Perjuangan Munir tidak boleh mati.”
Tosca Santoso, dari KBRH
68 mengatakan, keadilan itu penting. Meski waktu sudah berlalu, orang akan
tetap mengingat dan meminta keadilan ditegakkan. Permintaan semacam itu juga
didengungkan beberapa organisasi HAM internasional seperti Amnesty
International di mana Munir dicalonkan untuk mendapat penghargaan Nobel
alternatif.
Organisasi HAM
internasional juga meminta agar Pemerintah Indonesia membuka kembali kasus
Munir dan mempertanyakan kenapa penyelesaikan kasus pembunuhan itu terhenti.
”Ini pekerjaan rumah bagi
pemerintah baru kita (Jokowi-Jusuf Kalla). Menuntaskan janji untuk mengusut
pelanggaran HAM, meski para pelakunya berada di sekitar presiden terpilih kita
sekarang,” kata Tosca.
Di Malang, rumah masa
kecil Munir, atau yang sekarang dikenal sebagai Omah Munir dipakai sebagai
Museum Keadilan dan HAM. Omah Munir ini memberikan pendidikan publik atas
kesadaran tentang hak asasi manusia. Pengurus Omah Munir berupaya mendekati
sekolah-sekolah agar mau mengunjungi tempat tersebut untuk belajar bersama.
Dari Omah Munir gaung keadilan itu terus bergema.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan isi dari pembahasan diatas,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
Hak Asasi Manusia
(HAM) merupakan anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh
manusia tanpa terkecuali dan tidak dapat diganggu gugat. Jadi, sudah sepatutnya
pemerintah memberikan apa yang seharusnya rakyat miliki yang diantaranya adalah
hak untuk mendapatkan keadilan, kehidupan, dan kebenaran.
Hak Asasi Manusia
(HAM) juga telah diatur didalam UU No. 39 Tahun 1999 yang isinya mengenai
hak-hak yang dimiliki rakyat di Indonesia yaitu Hak hidup, Hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, Hak mengembangkan diri, Hak memperoleh keadilan, Hak
atas kebebasan pribadi, Hak atas rasa aman, Hak atas kesejahteraan, Hak turut
serta dalam pemerintah, Hak wanita, Hak anak, dll.
Dengan begitu, kasus
Munir merupakan pelanggaran HAM yang harus di jadikan pelajaran untuk bangsa
ini agar di masa depan nanti lebih menghargai HAM itu sendiri. Untuk itu,
diperlukan perhatian pemerintah yang mendalam dan pemahaman yang lebih dari
seluruh rakyat agar dapat bersama-sama menegakkan HAM di bangsa yang kita
cintai ini.
3.2 Saran
Pemerintah harus
mengungkap kasus Munir dan menegakkan keadilan, masalah ini harus dituntaskan
agar tidak ada lagi aktivis HAM yang dibunuh atau disiksa karena perjuangannya.
Juga sikap sadar akan pentingnya HAM
harus ditingkatkan agar di masa depan nanti tidak ada lagi pelanggaran HAM.
Dibungkam dan melawan, perjuangkan apa
yang harus kita perjuang “FORGIVE BUT NEVER FORGET”.
DAFTAR PUSTAKA