Jumat, 27 Oktober 2017

KASUS MUNIR

MAKALAH
KASUS MUNIR SAID THALIB




Di susun oleh :
ALDI RIFALDI (20117436)


1KB03
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
RANDY NAPITULU, SH. MH


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Atas Berkat dan rahmatnyalah kami bisa menyelesaikan tugas Makalah ini dengan Tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Adapun topik yang dibahas didalam makalah ini adalah mengenai Kasus Munir.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Randy Napitupulu, SH. MH. sebagai dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membimbing saya dalam menyusun makalah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman saya yang telah membantu saya dalam membuat makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal itu dikarenakan keterbatasan yang ada. Sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Kiranya makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita semua. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Munir. Siapa yang tidak tahu nama Munir ? Seorang Aktivis HAM yang selalu di depan dalam membela HAM yang tertindas dari (oknom) Militer saat itu. Munir melalui Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) banyak membantu keluarga korban penculikan dan kekerasan yang terjadi saat Tragedi Semanggi I (1998), Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Semanggi II (1999), Peristiwa Tanjung Priok, Mungkin karena itulah tragedi ini terjadi.
Tragedi ini bermula saat Munir menuju Amsterdam untuk melanjutkan studi program master (S2) di Universitas Utrecth Belanda. Munir naik pesawat Garuda Indonesia GA-974 menuju Singapura untuk kemudian transit di Singapura dan terbang kembali ke Amsterdam. Namun dua jam sebelum mendarat di bandara Schipol Amsterdam Munir telah meninggal dunia dalam pesawat dan di indikasi karena Keracunan
1.2 Rumusan Masalah
a          a     Siapa yang harus bertanggung jawab atas kasus Munir Said Thalib?
1.3 Tujuan
a.      Agar kita semua tahu bahwa Munir adalah pahlawan rakyat sejati, pahlawan yang siap mati untuk rakyat.
b.     Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mengenal Munir
            Munir Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 – meninggal di Jakarta di dalam pesawat jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur 38 tahun) adalah seorang aktivis HAM Indonesia keturunan Arab-Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.
Munir begitulah ia sering disapa, Seorang pria sederhana yang bersahaja. Ia adalah seorang tokoh, seorang pejuang sejati, seorang pembela HAM di indonesia. Pria kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini adalah seorang aktivis muslim ekstrem yang kemudian beralih menjadi seorang Munir yang menjunjung tinggi toleransi, menghormati nilai-nilai kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal lelah dalam melawan praktik-praktik otoritarian serta militeristik. Ia adalah seorang aktivis yang sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Selama hidupnya ia selalu berkomitmen untuk selalu membela siapa saja yang haknya terdzalimi. Tidak gila harta, pangkat, jabatan, dan juga fasilitas. Ia membuktikannya dengan perbuatan. Ketika ia mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah sebagai penerima "The Right Livelihood Award" ia tidak menikmatinya sendiri, melainkan membagi dua dengan Kontras, dan sebagian lagi diserahkan kepada ibunda tercintanya. Di tengah maraknya pejabat berebut fasilitas, Munir malah tidak tergoda. Ia tetap menggunakan sepeda motor sebagai teman kerjanya. Seorang tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja.
            Hak Asasi Manusia(HAM) adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar "yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia", dan yang "melekat pada semua manusia" terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnya. Ini berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal, dan ini egaliter dalam arti yang sama bagi setiap orang. HAM membutuhkan empati dan aturan hukum dan memaksakan kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain. Mereka tidak harus diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan tertentu misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk kebebasan dari penjara melanggar hukum, penyiksaan, dan eksekusi.
Doktrin dari hak asasi manusia telah sangat berpengaruh dalam hukum internasional, lembaga-lembaga global dan regional.Tindakan oleh negara-negara dan organisasi-organisasi non-pemerintah membentuk dasar dari kebijakan publik di seluruh dunia. Ide HAM menunjukkan bahwa "jika wacana publik dari masyarakat global mengenai perdamaian dapat dikatakan memiliki bahasa moral yang umum, itu merujuk ke hak asasi manusia." Klaim yang kuat yang dibuat oleh doktrin hak asasi manusia terus memprovokasi skeptisisme yang cukup besar dan perdebatan tentang isi, sifat dan pembenaran hak asasi manusia sampai hari ini. Arti yang tepat dari hak asasi memicu kontroversial dan merupakan subyek perdebatan filosofis yang berkelanjutan, sementara ada konsensus bahwa hak asasi manusia meliputi berbagai hak seperti hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil, perlindungan terhadap perbudakan, larangan genosida, kebebasan berbicara, atau hak atas pendidikan, ada ketidaksetujuan tentang mana yang hak tertentu harus dimasukkan dalam kerangka umum hak asasi manusia, beberapa pemikir menunjukkan bahwa hak asasi manusia harus menjadi persyaratan minimum untuk menghindari pelanggaran terburuk, sementara yang lain melihatnya sebagai standar yang lebih tinggi.
Banyak ide-ide dasar yang menggambarkan gerakan hak asasi manusia yang dikembangkan pada masa setelah Perang Dunia Kedua dan kekejaman dari Holocaust, berpuncak pada adopsi dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di Paris oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948. Masyarakat kuno tidak memiliki konsepsi modern yang sama dari hak asasi manusia universal. Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah konsep hak alami yang muncul sebagai bagian dari tradisi hukum alam abad pertengahan yang menjadi menonjol selama Abad Pencerahan dengan filsuf seperti John Locke, Francis Hutcheson, dan Jean-Jacques Burlamaqui, dan yang menonjol dalam wacana politik Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis. Dari dasar ini, argumen hak asasi manusia modern muncul selama paruh kedua abad kedua puluh, mungkin sebagai reaksi terhadap perbudakan, penyiksaan, genosida, dan kejahatan perang, sebagai realisasi kerentanan manusia yang melekat dan sebagai prasyarat untuk kemungkinan menciptakan masyarakat yang adil.
2.2 Kronologi kematian Munir
6 September 2004 malam, di lobi Bandara Soekarno Hatta, Munir Said Thalib akan berpisah dengan istrinya, Suciwati, selama satu tahun. Munir akan melanjutkan studi S2 hukum di Universitas Utrecht, Belanda. Pada saat ingin memasuki pintu pesawat kelas bisnis, Munir bertemu Pollycarpus (anggota pilot senior Garuda Indonesia yang saat itu sedang tidak bertugas). Munir bertanya kepada Polly, “Tempat duduk ini di mana?” Polly menjawab, “Wah, Bapak ini di ekonomi, cuma tempat duduknya di mana saya tidak hafal.”Ketika melangkah di dalam pesawat, Polly berkata kepada Munir, “Saya duduk di bisnis, kalau Bapak mau di sini, ya Bapak tanya dulu sama pimpinan kabin (purser), kalau diizinkan ya silakan, bila tidak, ya mohon maaf.” Munir dan Polly pun bertukar tempat duduk. Munir duduk di kursi 3 K kelas bisnis, sedangkan Polly duduk di kursi 40 G kelas ekonomi. Di depan toilet kelas bisnis, Polly bertemu purser Brahmanie Hastawaty. Polly bertanya kepada Brahmanie, “Mbak, nomor 40 G di mana? Saya bertukar tempat dengan teman saya.” Brahmanie kemudian menganjurkan Polly untuk duduk di kursi 11 B kelas premium karena banyak kursi yang kosong di sana. Brahmanie penasaran untuk mengetahui teman Polly bertukar tempat duduk; dia pun memeriksanya dan mendapati Munir; keduanya kemudian saling bersalaman. Sebelum pesawat terbang, Yetti Susmiarti dibantu Oedi Irianto (pramugari dan pramugara senior), membagikan welcome drink kepada penumpang. Munir memilih jus jeruk. Pukul 22.02 WIB, pesawat lepas landas. 15 menit setelah lepas landas, pramugari membagikan makanan dan minuman kepada penumpang. Munir memilih mie goreng dan kembali jus jeruk sebagai minumannya. Setelah terbang selama 1 jam 38 menit, pesawat transit di bandara Changi, Singapura. Penumpang diberikan kesempatan berjalan-jalan di bandara Changi selama 45 menit. Munir singgah ke Coffee Bean. Polly bersama seluruh kru pesawat menuju ke hotel dengan menggunakan bus. Setelah selesai, Munir kembali ke pesawat. Di pintu masuk pesawat, Munir bertemu dr. Tarmizi. Keduanya pun saling bercerita; Tarmizi memberikan kartu nama kepada Munir. Keduanya pun berpisah, Tarmizi duduk di kelas bisnis, sedangkan Munir kembali ke tempat duduknya di kursi 40 G kelas ekonomi. Polly tidak lagi melanjutkan perjalanan karena memang memiliki tugas di Singapura. Pesawat lepas landas pukul 01.53 waktu Singapura. Kali ini awak pesawat semuanya berbeda dari sebelumnya. Pramugari Tia Dwi Ambara menawarkan makanan kepada Munir, tapi Munir menolaknya dan hanya meminta segelas teh hangat. Tia pun menyajikan teh panas untuk Munir yang dituangkan dari teko ke gelas di atas troli dilengkapi dengan gula satu sachet. Tiga jam pesawat terbang, Munir mulai sering bolak-balik ke toilet. Ketika dia berpapasan dengan pramugara Bondan, dia mengeluh sakit perut dan muntaber. Dia pun menyuruh Bondan memanggil Tarmizi yang duduk di kelas bisnis sambil memberikannya kartu nama Tarmizi. Tarmizi pun terbangun dan bertemu dengan Munir. Munir menjelaskan kondisi tubuhnya yang tampak sangat lemah dengan berkata, “Saya sudah muntah dan buang air besar enam kali sejak terbang dari Singapura.” Tarmizi menanyakan kepada Munir tentang makanan yang dimakannya tiga hari terakhir. Munir menjawab, “Biasa saja.” Purser Madjib kemudian berkata, “Pak Munir tadi sempat minum air jeruk, padahal Pak Munir tidak kuat minum jeruk karena sakit maag.” Tarmizi menyanggah, “Kalau sakit maag tidak begini.” Tarmizi melakukan pemeriksaan umum dengan membuka baju Munir. Dia lalu mendapati bahwa nadi di pergelangan tangan Munir sangat lemah. Tarmizi berpendapat Munir mengalami kekurangan cairan akibat muntaber. Munir kembali lagi ke toilet untuk muntah dan buang air besar dibantu pramugari dan pramugara. Setelah selesai, Munir ke luar sambil batuk-batuk berat. Tarmizi menyuruh pramugari untuk mengambilkan kotak obat yang dimiliki pesawat. Kotak pun diterima Tarmizi dalam keadaan tersegel. Setelah dibuka, Tarmizi berpendapat bahwa obat di kotak itu sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir: infus, obat sakit perut mulas dan obat muntaber, semuanya tidak ada. Tarmizi pun mengambil obat di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare New Diatabs; satu tablet obat mual dan perih kembung, Zantacts dan satu tablet Promag. Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh manis dengan tambahan sedikit garam. Namun, setelah lima menit meminum teh tersebut, Munir kembali ke toilet. Tarmizi menyuntikkan obat anti mual dan muntah, Primperam, kepada Munir sebanyak 5 ml. Hal ini berhasil karena Munir kemudian tertidur selama tiga jam. Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet. Kali ini dia agak lama, sekitar 10 menit. Madjib memberanikan diri mengintipnya, ternyata Munir telah terjatuh lemas di toilet. Madjib kemudian mengangkatnya kembali ke kursi. Tarmizi kembali memeriksa Munir dengan memukul-mukul perut Munir. “Aduh sakit!”, teriak Munir. Tarmizi kemudian menyuruh Munir beristighfar. Pramugari Titik Murwati menggosok perut Munir dengan balsem. Munir berkata ingin beristirahat karena capek. Tarmizi menyuntikkan Munir Diazepam sebanyak 5 mg. Setelah disuntik, Munir kembali merasa mulas di perut dan kemudian masuk ke toilet lagi. Ke luar dari toilet, Munir berkata ingin tidur terlentang. Pramugari dan pramugara pun menyiapkannya selimut sebagai alas dan penghangat. Munir tertidur pulas dengan di jaga Madjib, sementara Tarmizi kembali ke kursinya untuk tidur. Dua jam sebelum pesawat mendarat, Madjib mendatangi Munir. Dia kaget melihat keadaan Munir: mulutnya mengeluarkan air yang tidak berbusa dan kedua telapak tangannya membiru. Madjib pun bergegas membangunkan Tarmizi. Tarmizi memegang pergelangan tangan Munir sambil menepuk-nepuk pundaknya dan berkata, “Pak Munir… Pak Munir!” Akhirnya, dengan memandangi Madjib, Tarmizi mengatakan, “Purser, Pak Munir meninggal… Kok secepat ini, ya… Kalau cuma muntaber, manusia bisa tahan tiga hari.” Awak pesawat mengangkat tubuh Munir, memejamkan matanya dan menutupi tubuh Munir dengan selimut. Ya, Munir meninggal dunia di pesawat, di atas langit Negara Rumania.
11 September 2004
Jenazah Munir tiba Pangkalan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh pada Sabtu (11/9) tepat pukul 21.10. Jenazah almarhum dan rombongan pengantar diangkut dengan Boeing 737 Merpati MZ-3300.
12 September 2004
Jenazah Munir, dimakamkan di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu, Minggu (12/9). Isak tangis, sedih dan haru ribuan pelayat mewarnai prosesi pemakaman mulai dari rumah duka di Jalan Diponegoro hingga ke pemakaman yang berjarak sekitar 2 km. Suciwati, istri Munir meminta hasil otopsi terhadap jenazah almarhum. Dia datang bersama Smita Nososusanto, Emmy Hafizd, Usman Hamid dan Bini Buchori. Pihak kepolisian menyatakan dalam tubuh Munir terkandung zat arsenik yang melampui batas normal.
17 November 2004
Kontras, Suciwati dan tim kepolisian akan berangkat ke Belanda meminta akta otentik otopsi terhadap jenazah Munir.
Melihat kronologis di atas, memang akan membuat kematian Munir terlihat begitu ganjil dan otomatis menimbulkan indikasi pembunuhan berencana terhadap Munir. Setidaknya, inilah kronologis kematian Munir versi resmi yang beredar di masyarakat. Salah satu yang menurut saya begitu ganjil, ternyata saat jenazah Munir diturunkan di Amsterdam, polisi dan dokter setempat juga memeriksa Munir, dan kesimpulannya; tidak ada yang ganjil pada kematian Munir (pada awalnya).
2.3 Kronologi Kasus Munir
            12 tahun berlalu, meninggalnya aktivis HAM Munir masih menyisakan tanda tanya besar: siapa otak pembunuhan Munir? Presiden Joko Widodo tidak tinggal diam dan memerintahkan Jaksa Agung HM Prasetyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menelusuri kembali jejak kasus itu.
Berikut kronologi panjang kasus Munir:
7 September 2004
Munir meninggal di atas pesawat Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pascasarjana. Munir meninggal dalam usia 39 tahun.
12 September 2004
Jenazah Munir dimakamkan di kota Batu, Malang, Jawa Timur.
11 November 2004
Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.
18 Maret 2005
Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.
5 April 2005
Polri menetapkan dua kru Garuda yaitu kru pentry Oedi Irianto dan pramugari Yeti Susmiarti menjadi tersangka kasus Munir.
23 Juni 2005
Rekonstruksi kasus kematian Munir dilakukan.
29 Juli 2005
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Lantas PN Jakpus menetapkan 5 anggota majelis hakim untuk menangani kasus Munir dengan tersangka Pollycarpus. Mereka adalah Cicut Sutiyarso (ketua), Sugito, Liliek Mulyadi, Agus Subroto dan Ridwan Mansyur.
9 Agustus 2005
Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana. Motif Pollycarpus dalam membunuh Munir adalah demi menegakkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) karena Munir banyak mengkritik pemerintah.
17 November 2005
Muchdi PR bersaksi di persidangan. Dia menyangkal punya hubungan dengan Pollycarpus.
1 Desember 2005
JPU menuntut menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk Pollycarpus.
12 Desember 2005
PN Jakpus menjatuhi hukuman 14 tahun penjara kepada Pollycarpus. Ia dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir dengan cara memasukkan racun arsenik ke dalam mie goreng yang disantap Munir saat penerbangan menuju Singapura.
27 Maret 2006
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tetap menghukum 14 tahun penjara.
3 Oktober 2006
MA mengeluarkan keputusan kasasi yang menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Munir. Polly hanya terbukti bersalah menggunakan surat dokumen palsu untuk perjalanan. Polly lantas hanya divonis 2 tahun penjara.
3 November 2006
Polly dieksekusi dengan dijebloskan ke LP Cipinang.
5 Desember 2006
Pollycarpus bebas dari LP Cipinang setelah mendapat remisi susulan 2 bulan dan remisi khusus satu bulan.
25 Januari 2007
MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan kejaksaan terkait pembunuhan aktivis HAM Munir. Polly divonis 20 tahun penjara. Ia menyatakan akan mengajukan PK atas putusan PK tersebut.
Februari 2008
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia ini divonis satu tahun penjara di kasus tersebut.
19 Juni 2008
Muchdi ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Munir. Deputi V BIN/Penggalangan (2001-2005) itu diduga kuat terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap aktivis HAM Munir.
11 Agustus 2008
Muchdi diserahkan ke Kejaksaan Agung.
31 Desember 2008
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menvonis Muchdi PR bebas murni dari segala dakwaan.
10 Juli 2009
MA menguatkan vonis bebas Muchdi PR. Duduk sebagia ketua majelis kasasi Vallerine JL Krierkhof dengan anggota hakim agung Hakim Nyak Pha dan Muchsin.
28 Januari 2010
MA menghukum Garuda Indonesia dengan mewajibkan memberikan ganti rugi kepada Suciwati lebih dari Rp 3 miliar.
2 Oktober 2013
Polly mengajukan PK dan MA mengabulkannya dengan mengurangi Pollycarpus dari 20 tahun menjadi 14 tahun penjara. Hingga berita ini diturunkan, pihak berwenang MA belum membeberkan alasan pengurangan hukuman itu.
13 Oktober 2016
Presiden Joko Widodo meminta Jaksa Agung HM Prasetyo mengusut kasus Munir lagi."Seperti yang dikatakan presiden dalam pertemuan dengan pakar dan praktisi hukum beberapa waktu lalu, konteks kerangka yang lebih besar reformasi di bidang hukum, salah satu yang ingin dilakukan pemerintahan sekarang adalah persoalan persoalan masa lalu. Waktu itu yang disebut adalah kasus almarhum Munir,".
2.4 Perjuangan Munir
            Sosok Munir, sebagai pejuang hak asasi manusia, sudah banyak dikenal masyarakat. Tokoh kelahiran Malang, Jawa Timur, ini dikenal aktif membela mereka yang dianggap tertindas. Kehidupan Munir berakhir tragis karena meninggal dunia setelah dibunuh dengan cara diracun dalam perjalanan di dalam pesawat udara ke Amsterdam, Belanda.
Bagi Indonesia, dan juga dunia, Munir adalah ikon pejuang hak asasi manusia (HAM) yang semangatnya akan terus dihidupkan. Munir Said Thalib, kelahiran Desember 1965, meninggal dunia karena racun arsenik di tubuhnya.
Peristiwa tahun 2004 lalu itu mengagetkan banyak pihak. Munir dihabisi nyawanya ketika hendak melanjutkan studi ke Belanda. Saat itu ia tengah aktif memimpin Lembaga Pemantau HAM di Indonesia (Imparsial).
Tentara dituduh menjadi dalang pembunuhan itu meski hingga kini belum ada persidangan yang menyeret tentara ke meja hijau.
Di balik tubuh kerempengnya itu, Munir tidak pernah takut memperjuangkan HAM. Ia melawan Komando Daerah Militer V Brawijaya untuk memperjuangkan kasus kematian Marsinah, aktivis buruh PT CPS Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik dan mati.
Ia juga menyelidiki kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada masa reformasi 1997-1998. Sederet kasus pelanggaran HAM, seperti penembakan mahasiswa di Semanggi (1998-1999) hingga pelanggaran HAM masa referendum Timor Timur (1999) menjadi catatan sejarah atas perjuangan Munir.
”Aku harus bersikap tenang, walaupun takut. Untuk membuat orang lain tidak takut.” Begitulah kutipan Munir tentang perjuangannya. Apa yang diungkapkan Munir itu kini menjadi salah satu tagline dalam acara #10 Tahun Munir yang akan diperingati 6-7 September di Omah Munir, Batu, Malang, Jawa Timur.
”Sepuluh tahun Cak Munir sudah dibungkam. Namun, perjuangan HAM di Indonesia masih jauh dari rasa keadilan,” kata Suciwati Munir, saat temu wartawan di Kedai Tempo, Jalan Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (2/9).
Ia menambahkan, malam peringatan yang akan digelar nanti bukan sekadar memperingati hari kematian Munir, yang meninggal 7 September 2004. Momen tersebut sekaligus meneguhkan komitmen mereka dan generasi muda berikutnya untuk terus memperjuangkan HAM di Indonesia. Selain Omah Munir, beberapa lembaga seperti Imparsial dan Kontras ikut berpartisipasi menyelenggarakan acara tersebut.
Perjuangan Munir dan juga aktivis HAM lainnya menggugah para seniman untuk ikut berjuang, paling tidak melalui jalur seni yang mereka geluti. Peringatan #10 Tahun Munir akan diramaikan oleh musisi Melani Subono, Glenn Fredly, Abdee Slank, serta Happy Salma yang akan memutar film karyanya berjudul Kamis 300.
Gaung Omah Munir
Para aktivis dan seniman ini menggaungkan tema Munir Ada dan Berlipat Ganda. Menurut Haris Azhar dari Kontras, menjadi penyeru bahwa apa yang disuarakan Cak Munir akan disuarakan dan digaungkan banyak pihak. Isu HAM di Indonesia belum dianggap seksi sehingga kampanye untuk menggugah kesadaran anak muda mesti terus dilakukan.
Selain di Malang, peringatan #10 Tahun Munir juga diadakan di beberapa kota, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, dan Solo. Di kota Canberra dan Melbourne, Australia serta di Selandia Baru, para aktivis HAM dan simpatisan juga ikut merayakan warisan perjuangan Munir.
”Cak Munir adalah ruang keadilan bagi kita semua,” tutur Suci. Di Jakarta, sebanyak 31 stasiun radio di Indonesia ikut menyiarkan perayaan kematian Munir itu secara serentak.
Selain memutar film Kamis 300, panitia juga akan memutar beberapa film bertema perdamaian dan penegakan HAM. Kegiatan dua hari di Omah Munir juga melibatkan siswa dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga mahasiswa.
Untuk pelajar tingkat TK/SD, siswa akan diajak untuk, antara lain, mewarnai wajah Cak Munir dan lomba melukis. Sedangkan remaja SMU dan umum diajak untuk berkompetisi membawakan stand up comedy dengan tema perdamaian dan HAM.
Seniman Yogyakarta, Butet Kertaradjasa, menawarkan diri untuk ikut membacakan monolog berjudul ”Aku Pembunuh Munir”. Sementara dari kalangan sineas, Riri Riza, Mira Lesmana, Angga Dwisasongko, dan Nia Dinata akan ikut menggelar diskusi tentang film sebagai media pengungkap kebenaran dan melawan lupa. Seniman Malang ikut pula bergabung dengan Omah Munir untuk merayakan komitmen mereka melawan ketidakadilan.
Secara terpisah, musisi Glen Fredly mengatakan, Munir bukan hanya milik masyarakat Indonesia, tetapi juga milik dunia. ”Kematiannya tragis, namun peristiwa pembunuhan itu justru menyebarkan semangat di antara kami semua. Perjuangan Munir tidak boleh mati.”
Tosca Santoso, dari KBRH 68 mengatakan, keadilan itu penting. Meski waktu sudah berlalu, orang akan tetap mengingat dan meminta keadilan ditegakkan. Permintaan semacam itu juga didengungkan beberapa organisasi HAM internasional seperti Amnesty International di mana Munir dicalonkan untuk mendapat penghargaan Nobel alternatif.
Organisasi HAM internasional juga meminta agar Pemerintah Indonesia membuka kembali kasus Munir dan mempertanyakan kenapa penyelesaikan kasus pembunuhan itu terhenti.
”Ini pekerjaan rumah bagi pemerintah baru kita (Jokowi-Jusuf Kalla). Menuntaskan janji untuk mengusut pelanggaran HAM, meski para pelakunya berada di sekitar presiden terpilih kita sekarang,” kata Tosca.
Di Malang, rumah masa kecil Munir, atau yang sekarang dikenal sebagai Omah Munir dipakai sebagai Museum Keadilan dan HAM. Omah Munir ini memberikan pendidikan publik atas kesadaran tentang hak asasi manusia. Pengurus Omah Munir berupaya mendekati sekolah-sekolah agar mau mengunjungi tempat tersebut untuk belajar bersama. Dari Omah Munir gaung keadilan itu terus bergema.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh manusia tanpa terkecuali dan tidak dapat diganggu gugat. Jadi, sudah sepatutnya pemerintah memberikan apa yang seharusnya rakyat miliki yang diantaranya adalah hak untuk mendapatkan keadilan, kehidupan, dan kebenaran.
Hak Asasi Manusia (HAM) juga telah diatur didalam UU No. 39 Tahun 1999 yang isinya mengenai hak-hak yang dimiliki rakyat di Indonesia yaitu Hak hidup, Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, Hak mengembangkan diri, Hak memperoleh keadilan, Hak atas kebebasan pribadi, Hak atas rasa aman, Hak atas kesejahteraan, Hak turut serta dalam pemerintah, Hak wanita, Hak anak, dll.
Dengan begitu, kasus Munir merupakan pelanggaran HAM yang harus di jadikan pelajaran untuk bangsa ini agar di masa depan nanti lebih menghargai HAM itu sendiri. Untuk itu, diperlukan perhatian pemerintah yang mendalam dan pemahaman yang lebih dari seluruh rakyat agar dapat bersama-sama menegakkan HAM di bangsa yang kita cintai ini.
3.2 Saran
            Pemerintah harus mengungkap kasus Munir dan menegakkan keadilan, masalah ini harus dituntaskan agar tidak ada lagi aktivis HAM yang dibunuh atau disiksa karena perjuangannya.
Juga sikap sadar akan pentingnya HAM harus ditingkatkan agar di masa depan nanti tidak ada lagi pelanggaran HAM.
Dibungkam dan melawan, perjuangkan apa yang harus kita perjuang “FORGIVE BUT NEVER FORGET”. 
DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar