MAKALAH
ALUTISTA
Di susun
oleh :
ALDI
RIFALDI (20117436)
1KB03
FAKULTAS
ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
RANDY
NAPITULU, SH. MH
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena telah memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini
bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan
memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan
dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara.
Pertahanan nasional merupakan kekuatan bersama
(sipil dan militer) diselenggarakan oleh suatu Negara untuk menjamin integritas
wilayahnya, perlindungan dari orang dan/atau menjaga
kepentingan-kepentingannya. Pertahanan nasional dikelola oleh Kementerian
Pertahanan. Angkatan bersenjata disebut sebagai kekuatan pertahanan dan, di
beberapa negara (misalnya Jepang), Angkatan Bela Diri.
Dalam bahasa militer, pertahanan adalah
cara-cara untuk menjamin perlindungan dari satu unit yang sensitif dan jika
sumber daya ini jelas, misalnya tentang cara-cara membela diri sesuai dengan
spesialisasi mereka, pertahanan udara (sebelumnya pertahanan terhadap pesawat:
DCA), pertahanan rudal, dll. Tindakan, taktik, operasi atau strategi pertahanan
adalah untuk menentang/membalas serangan.
Pertahanan negara atau disebut juga pertahanan
nasional adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah sebuah negara dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsadan negara.
Pertahanan militer merupakan kekuatan utama
pertahanan negara yangdibangun dan dipersiapkan untuk menghadapi ancaman
militer, tersusun dalam komponen utama serta komponen cadangan dan komponen
pendukung. Pendayagunaan lapis pertahanan militer diwujudkan dalam penyelenggaraan
operasi militer, baik dalam bentuk Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi
Militer Selain Perang (OMSP).
Dalam pertahanan militer, peran alat utama
system persenjataan (alutsista) terbilang sangat vital, karena selain untuk
sarana pertahanan negara alutsista juga menjadi bagian penting dalam menjaga
keamanan suatu negara dari ancaman negara-negara lain yang datang.
Alutsista juga berguna dalam pengembangan
profesionalitas militer Indonesia, karena salah satu ciri tentara yang modern
adalah tentara yang bisa memahami berbagai persenjataan yang terus berkembang
setiap waktu.
1.2 Tujuan
Semua hal yang dilakukan pasti memiliki suatu
tujuan. Sama halnya dengan pembuatan makalah ini. Makalah ini bertujuan untuk
memaparkan mengenai kondisi alutsista TNI di Indonesia dan menguraikan
permasalahan yang dihadapi dalam pemeliharaan dan pengembangan alutsista di
Indonesia, sehingga pembaca dapat mengerti dan memahami lebih jauh tentang
alutsista di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Alutsista TNI
Dimata negera-negara Asia Tenggara, Indonesia
memang disebut-sebuut sebagai bangsa yang besar. Besar karena luas wilayah
darat dan perairannya, besar juga karena jumlah penduduknya. Siapa tak bangga
menjadi anak indonesia, dimana bumi pertiwi-nya terhampar kekayaan alam yang
tak ada tandingnya.Indonesia memang hebat, semua kekayaan alam menumpuk di bumi
khatulistiwa.Mulai dari emas, uranium, tembaga, gas, minyak, batubara, timah,
bouksit, besi, intan,dan berbagai hasil tambang lainnya.
Jumlah alutsista (alat utama sistem senjata)
untuk melakukan pengamanan, tak sebanding dengan luas wilayah NKRI. Kondisi
alutsista Indonesia yang memprihatinkan terlihat dari semua matra TNI, contohnya
pada TNI-AU, Indonesia saat ini hampir tak punya skuadron utuh yang berkekuatan
16 pesawat siap terbang. Yang ada hanya skuadron tak utuh, yaitu 6skuadron
tempur, 5 skuadron angkut, 3 skuadron heli, dan sebuah skuadron intai. Kalau
mau dimasukkan juga masih ada skuadron pendidikan dan Satudtani (Satuan Udara Pertanian).
Total jumlah pesawat kita yang siap terbang
dari berbagai jenis sekitar 100 unit. Demikian pula bagi angkatan laut, dimana
Indonesia hanya memiliki 2 kapal selam uzur, 6 fregate dan 23 corvettes. Selain
itu hanya ada kapal militer berjenis pendukung seperti untuk logistik, patrol
dan amfibi dengan total jumlah kapal sekitar 140 kapal berbagai jenis.TNI-AD
juga tidak kalah memprihatinkan, meski memiliki jumlah anggota atau personel
paling banyak, akan tetapi peralatan tempur yang dimiliki kebanyakan hanya
bersifat angkut personel.
Indonesia bahkan sama sekali tidak punya satu
pun MainBattle Tank (MBT) sebagai kavaleri paling kuat. Kondisi alat utama
sistem senjata (alutsista) milik TNI-AD yang dalam keadaan layak digunakan
hanya 60%. Sisanya sebanyak 40% alutsista masih harus diperbaiki agar layak
digunakan.
Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa
kondisi alutsista TNI sudah sangat memprihatinkan dan sangat tidak memadai
untuk mengamankan seluruh wilayah Indonesia, tercatat hasil kekayaan laut
hilang triliunan rupiah per tahun, karena kita tak bisa melakukan pengamanan
terhadap wilayah Indonesia. Belum lagi perawatan yang dilakukan masih bersifat
sementara dan kanibalisme kerap kali di lakukan untuk menutupi keterbatasan
dana yang di berikan pemerintah.
2.2 Dana Alutista
Salah satu unsur utama dalam rumusan strategi
pertahanan adalah rumusan mengenai jumlah anggaran pertahanan negara. Selain
postur dan struktur pertahanan, komponen
anggaran menjadi sangat vital karena anggaran adalah salah satu kunci dari
implementasi total kekuasaan negara dalam gelar kekuatan bersenjata. Misi
departemen pertahanan mengembangkan kekuatan tiga matra: Darat, Laut, dan Udara
yang dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025,
sangat bergantung pada jumlah anggaranyang dikeluarkan negara.
Harus diakui, jumlah anggaran yang disediakan
negara disektor pertahanan relatif kecil. Di tahun 2000, pemerintah hanya
memberikan 10,5 triliun rupiah. Di tahun 2004, alokasi anggaran pertahanan
mulai meningkat menjadi Rp.21 triliun. Anggaran 21 triliun itu terdiri atas
belanja rutin 13,74 triliundan belanja pembangunan 7,68 triliun.
Baru di era pemerintahan SBY, menteri
pertahanan Juwono Sudarsono mengusulkan adanya peningkatan jumlah anggaran
pertahanan. Di tahun 2005, dephan/TNI mendapat alokasi anggaran 21,97 triliun
terdiri atas belanja pegawai sebesar 9,62 triliun, belanja barang jasa sebesar
4,38 triliun, dan belanja modal sebesar 7,96 triliun.
Bila dibandingkan dengan negara lain, anggaran
pertahanan Indonesia sangat tidak memadai. China menganggarkan sekitar 70
miliar dolar AS untuk anggaran pertahanan mereka, singapura menganggarkan
sekitar 6,148 miliar Dolar AS.
Ditahun yang sama indonesia hanya menganggarkan
4,160 miliar dolar AS. Ini jelas menunjukan bahwa dana yang didapatkan Dephan
dan TNI sangatlahkecil sehingga untuk melakukan suatu ‘Military Build-up’
dirasakan sangatlahtidak mungkin.
2.3 Pembagian Dana
Dana sekitar Rp.35
triliun yang dianggarkan pemerintah untuk dana pertahanan dibagikan kepada 5
bagian yaitu Dephan, Mabes TNI, TNI-AD, TNI-AU, TNI-AL.
Banyak kalangan yang berpendapat bahwa
pembagian anggaran pertahanan‘ berat sebelah, banyak yang berpendapat bahwa TNI-AD
mendapatkan porsi dana pertahanan yang paling besar dari matra yang lain,
bahkan dana yang diterima angkatan darat hampir setara dengan 4 kali jumlah
anggaran untuk TNI-AU yang cakupan wilayahnya lebih luas dibanding dengan
angkatan darat.
Ada pula doktrin yang mengatakan bahwa TNI
selalu berorientasi ke TNI Angkatan Darat.Tetapi pendapat yang beredar itu
tidak sepenuhnya benar, TNI-AD memang mendapat porsi anggaran terbesar sekitar 16,1
triliun.
Akan tetapi dana itu di alokasikan untuk 129
satuan kerja (Satker). TNI Angkatan Laut di alokasikan sebesar 5,5 triliun yang
akan didistribusikan ke 47 satker dan untuk TNI Angkatan Udara menerima alokasi
anggaran sebesar 3,98 triliun, yang didistribusikan ke-58 Satker.
Untuk Dephan, yang mendapat alokasi anggaran
sebesar 6,3 triliun, besaran dana itu didistribusikan hanya ke dua satker yang
ada sementara untuk Mabes TNI, dari total alokasi anggaran yang diterima
sebesar 4,5 triliun, besaran itu didistribusikan untuk 11 satker.
TNI A-D bahkan mendapatkan jatah anggaran yang
baru untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) paling kecil dibanding
matra angkatan lain.TNI-AD mendapat sekitar 1 triliun, bandingkan dengan jatah
pengadaan alutsista TNI-AL yang mencapai 3 triliun, sedangkan TNI-AU mendapat
jatah anggaran pengadaan alutsista 2 triliun.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kondisi
alutsista TNI sangat memprihatinkan dan sangat tidak memadai untuk mengamankan
seluruh wilayah Indonesia. Banyak alutsista yang tidak berfungsi dengan baik dan rusak sehingga
mengakibatkan pertahanan militer Indonesia menjadi semakin melemah.
2. Anggaran
dana pertahanan yang diberikan pemerintah kepada dephan dan TNIuntuk perawatan
dan pengadaan alutsista masih sangat kecil dan tidak memadai untuk negara
seluas Indonesia dan dana yang diberikan juga tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan minimum dana pertahanan negara sebesar Rp. 100 triliun.
3. Pembagian
dana pertahanan dibagikan kepada lima pihak yaitu dephan, mabes TNI, TNI AD.
TNI AU dan TNI AL. Dengan besar anggaran yang bervariasi berdasar kepada
banyaknya satuan kerja yang dimiliki oleh sebuah pihak.
4. Sistem
pengadaan alutsista di Indonesia masih menemui banyak kendala dan permasalahan.
Banyaknya “broker” dan oknum dalam sistem pengadaan disinyalir membuat sistem
pengadaan alutsista di Indonesia menjadi bermasalah.
5. Walaupun
industri militer nasional sampai saat ini masih tetap berproduksi, tetapi belum
optimal dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI.
3.2 Saran
1. Kondisi
alutsista di Indonesia sebaiknya diperbaiki dengan membuang alutsista yang
sudah tidak terpakai dan menggantinya dengan yang baru. Selain itu perlu diadakan
perawatan secara intensif dan berkala.
2. Anggaran
pertahanan mutlak perlu ditambah setidaknya memenuhi 50% dari kebutuhan minimal
pertahanan negara sekitar Rp. 50 triliun.
3. Pembagian
dana pertahanan seharusnya diatur lebih baik lagi sehingga tidak menimbulkan
opini negatif dari masyarakat. Selain itu, perlu ditambahkan anggaran biaya
untuk matra dengan cakupan wilayah yang lebih luas.
4. Sistem
pengadaan harus segera dibenahi, transparansi aliran dana yang digunakan untuk
pengadaan alutsista harus jelas.
5. Industri
militer nasional harus lebih dioptimalkan. Pengadaan alutsista harus menitik
beratkan kepada produksi industri militer nasional agar bisamembangun
perindustrian militer dan menghemat biaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar